JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Pasal 205 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) keluar, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menentukan langkah untuk melaksanakan putusan MK terkait penghitungan tahap ketiga perolehan kursi di DPR.
Hal itu dikatakan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary seusai bertemu dengan Perhimpunan Advokat Indonesia Pengawal Konstitusi (PAIP Konstitusi), Kamis (6/8) di Jakarta. Pembacaan putusan MK akan dibacakan pada Jumat ini.
Gugatan terhadap Pasal 205 Ayat 4 UU No 10/2008 terkait pembagian kursi tahap II di DPR dan DPRD. Putusan itu mampu menyelesaikan kontroversi pembagian kursi DPR dan DPRD.
Gugatan itu diajukan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan empat calon anggota legislatif dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hanura, Gerindra, dan caleg PPP meminta MK membatalkan Pasal 205 Ayat 4, 211 Ayat 3, dan Pasal 212 Ayat 3 UU No 10/2008.
PKS minta MK memberi tafsir terhadap 205 Ayat 4 sesuai semangat Pasal 22 E dan 28 D UUD 1945. Pemohon mendalilkan, pasal itu multitafsir sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasal itu juga dinilai menyebabkan penghitungan ganda karena suara yang dikonversi menjadi kursi pada penghitungan perolehan kursi tahap pertama dihitung lagi.
Kuasa hukum PKS, Refly Harun, optimistis MK mengabulkan permohonannya. Mengembalikan penafsiran atas Pasal 205 Ayat 4 UU No 10/2008 seperti semula adalah putusan yang paling tidak problematik.
Belum menghitung
Hafiz mengakui, saat ini KPU belum melakukan penghitungan tahap III kursi DPR karena akan melihat putusan MK terlebih dahulu. Selain itu, KPU juga menunggu hasil pemungutan dan penghitungan suara ulang pemilu legislatif di beberapa daerah.
”Materi gugatan memang Pasal 205 Ayat 4 UU No 10/2008 dan tidak menyinggung interpretasi putusan Mahkamah Agung (MA). Hanya, pemohon meminta MK menginterpretasi putusan MA. Nah, kita tunggu saja apa putusan MK,” kata Hafiz.
PAIP Konstitusi minta KPU menyelesaikan masalah hukum yang ditimbulkan MA dengan mengajukan upaya hukum, antara lain mengajukan peninjauan kembali. PAIP Konstitusi menegaskan, masalah hukum harus diselesaikan melalui prosedur hukum, bukan dengan cara politis yang sering kali terjebak dalam menyelesaikan masalah dengan masalah.
Sebelumnya, MA membatalkan sejumlah pasal dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 yang mengatur penghitungan perolehan kursi partai politik peserta pemilu tahap II.
Juru Bicara PAIP Konstitusi Daniel Tonapa Masiku mengatakan, putusan MA seharusnya bisa menjadi penyelesaian masalah. Setelah dipelajari, ternyata putusan itu menimbulkan ketidakstabilan politik. ”Seharusnya apa yang diputuskan MA itu merupakan ranah MK. Apalagi dalam memutuskan empat perkara yang sama, MA mengambil keputusan yang berbeda,” kata dia.
Anggota PAIP Konstitusi, Petrus Selestinus, menambahkan, seharusnya tetap berpegangan pada putusan MA yang pertama, yaitu putusan MA untuk uji materi yang diajukan Hasto Kristyanto. Pada putusan itu, MA menolak permohonan uji materi. Dengan penolakan uji materi itu, artinya Peraturan KPU Nomor 15/2009 tetap berlaku.
Terhadap masukan PAIP Konstitusi, Hafiz menyambut baik. Ia mengatakan, dari hasil pertemuan KPU dan MA disimpulkan, semua keputusan KPU terkait dengan caleg terpilih tetap berlaku. Putusan MA juga tidak berlaku surut. ”Itu menjadi pegangan kami,” katanya.
sumber : kompas.com
|