Tembilahan – Satuan Lalu Lintas Polres Inhil dalam beberapa minggu terakhir telah melakukan sosialisasi dan menggunakan perubahan undang-undang No 14 tahun 1992 ke No 22 tahun 2009 di tingkat internalnya. Yaitu Perubahan undang-undang tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang telah disahkan pada 22 Mai 2009 lalu,
“Dalam minggu ini kita akan mulai menggunakan UU 22 tahun 2009 ini, khususnya bagi anggota Polres Inhil dengan menyalakan lampu kendaraan bermotor pada siang hari.
"Kedepan, kita akan berkoordinasi dengan Pemkab untuk menyosialisasikan UU ini kepada masyarakat,” ujar Kapolres Inhil AKBP Achmad Kartiko melalui Kasat Lantas Fauzan Domo kepada infoinhil.com, Kamis (6/8).
Dikatakannya, ada beberapa poin penting terjadinya perubahan dalam UU 22 tahun 2009 itu terhadap kewenangan polantas dalam mengatur lalulintas. Bahkan, UU tersebut dinilai lebih lengkap karena memiliki 22 bab dan 326 pasal. Sedangkan UU 14 tahun 1992 yang selama ini digunakan hanya memiliki 16 bab dan 74 pasal.
“Beberapa poin penting diantaranya tercantum pada pasal 59 tentang lampu isyarat. Disini dijelaskan lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk mobil petugas polri, warna merah digunakan untuk mobil tahanan, pengawalan TNI, Pemadam kebakaran, Ambulan, Palang merah dan Jenazah. Sedangkan warna kuning tanpa sirine digunakan untuk mobil potroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalulintas dan angkutan jalan, perawatan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan dan angkutan barang khusus,” jelas Fauzan yang menilai selama ini ketentuan masalah sirine tidak pernah diatur.
Menurutnya, yang menjadi latar belakang terbitnya UU No 22 tahun 2009, adanya ketidak sesuaian kondisi saat ini, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas angkutan jalan saat ini, sehingga perlu adanya pergantian UU yang lama ke yang baru.
Selain itu, Fauzan juga menjelaskan beberapa poin kelemahan pada UU No 14 tahun 1992 sebelum disempurnakan di dalam UU No 22 tahun 2009. Salah satunya yaitu, pembagian wewenang pembinaan tugas dan tanggung jawab yang tidak terlaksana secara optimal.
“Juga hal-hal yang bersifat tehnis operasional masih diatur dalam dalam peraturan pemerintah. Sedangkan pada UU yang baru ini, telah diatur secara tegas dan terperinci dengan maksud agar ada kepastian tegas dalam pengatuarannya,” tuturnya.
Dalam UU yang lama, lanjut Fauzan, juga tidak di jelaskan mengenai pembagian wewenang setiap instansi. Pasalnya masih terjadi tumpang tindih antara Polri dan PPNS dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan sehingga tidak terdapat kepastian.
“Dalam UU yang baru ini tugas lalu lintas jelas dipegang oleh polisi, sementara untuk LLAJR hanya berada di terminal dan jembatan timbang dan tidak berhak untuk melakukan penilangan,” tegasnya.
Fauzan juga memaparkan tugas-tugas pokok instansi dalam membidangi lalu lintas, telah diatur dalam UU yang baru. “Tugas Polri yaitu, bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional rekayasa lalin, dan manajemen operasional serta pendidikan berlalu lintas,” ujarnya.