Jakarta - Lima warga Kabupaten Tambrauw, Papua Barat,
meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan isi Pasal 3 dan 5
Undang-Undang Pembentukan kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat. "Menyatakan
bahwa materi muatan Pasal 3 dan Pasal 5 tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat dengan segala akibat hukumnya," kata Stevanus Syufi, salah
satu pemohon dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Senin
(19/10)..
Menurutnya, pengajuan permohonan tersebut dipicu
adanya surat usulan Bupati Manokwari dan Bupati Sorong tentang
pembentukan Kabupaten Tambrauw yang menyebutkan pembentukan Kabupaten
Tambrauw mencakup dua bagian wilayah dari Kabupaten Manokwari dan
Kabupaten Sorong. Dalam surat tersebut, mengusulkan bahwa
pembentukan Kabupaten Tambrauw meliputi 10 distrik yakni distrik di
wilayah Kabupaten Manokwari antara lain distrik Kebar, Amberbaken,
Murbani, Senopi sedangkan wilayah Kabupaten Sorong yakni distrik
Moraid, Sausapor, Yembun, Abun, Fef dan Miyah. "Saya di luar
Tambrauw, kami minta pada hakim cepat betulkan ini konflik cepat-cepat.
Menangkan kami pak hakim untuk menyenangkan kita semua," ungkap
Stevanusi. Namun, kata Stevanus, wilayah Kabupaten Tambrauw
yang mencakup 10 distrik tersebut tidak memasukan lima distrik yakni
Maberbaken, Kebar, Mubrani, Senopi dan Moraid. "Sebagaimana,
yang ada dalam musyawarah masyarakat adat Tambrauw, surat Bupati
Manokwari, Keputusan DPRD kabupaten Manokwari, surat Bupati Sorong,
rekomendasi provinsi Papua Barat, Surat dari Gubernur Papua Barat dan
RUU tentang pembentukan kabupaten Tambrauw ke dalam UU No. 56 Tahun
2008, secara struktural telah menyimpangi aspirasi masyarakat adat
Tambrauw bahkan menyebabkan terjadinya pembunuhan karakter terhadap
masyarakat adat Tambrauw," paparnya. Ditegaskannya, wilayah
Tambrauw tidak bisa dipisahkan oleh siapapun. "Wilayah Tambrauw satu
kesatuan wilayah yang tidak bisa dipisahkan oleh siapapun. Kita tidak
ada hubungan dengan Manokwari. Termasuk Gubernur yang paling kacau,"
jelasnya.
(ant)
|